Friday, 28 October 2016

JESSICA NAIK BANDING



Image result for JESSICA NAIK BANDING

Majelis hakim sidang kasus Wayan Mirna Salihin memvonis terdakwa Jessica Kumala Wongso 20 tahun penjara setelah terbukti menaruh racun sianida di kopi yang diminum Mirna.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (27/10/2016) itu, Majelis hakim membacakan putusan setebal 377 halaman yang berisikan pertimbangan hukum mengapa Jessica harus divonis 20 tahun.
“Menimbang sebagai bukti bahwa terdakwa sudah merencanakan pembunuhan ini secara matang. Menimbang dari perencanaan, terdakwa mengatur waktu dalam waktu yang singkat untuk memanfaatkan rencana reuni untuk melakukan pertemuan dengan Mirna dengan memesan kopi lebih dulu,” kata hakim Binsar Gultom yang membacakan sebagian putusan terdakwa Jessica.
Menanggapi hasil keputusan sidang Jessica tersebut, kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan, akhirnya memutuskan untuk melakukan banding.
Otto menganggap keputusan Majelis hakim dilakukan dengan mengabaikan keadilan. Di antara yang menjadi alasan Otto melakukan banding adalah karena hakim luput memberikan penjelasan soal racun sianida yang dirasa janggal.
“Kita akan melakukan banding terutama pada soal keberadaan racun sianida di perut Mirna,” ujar Otto.
Otto beranggapan ditemukannya racun sianida di kopi Mirna tidak lantas menjadikannya Mirna tewas karena racun sianida karena tidak ditemukan racun sianida dalam perut Mirna.
Kalaupun ditemukan racun sianida, harus dibuktikan juga apakah bisa dipastikan Mirna mati karena racun atau karena hal lain.
Hakim pun memberikan kesempatan waktu tujuh hari kepada jaksa penuntut umum (JPU) untuk melakukan upaya hukum.

VIDEO WAWANCARA KRISTIE LOUIS CARTER MANTAN BOS JESSICA

INILAH VIDEO YANG DIPERLIHATKAN DARMAWAN SALIHIN YANG MEMBUKTIKAN JESSICA BERSALAH

KRISTIE LOUIS CARTER




@CBS NEWS
@60 MINUTES AUSTRALIA
SIDANG PEMBUNUHAN MIRNA
AYAH MIRNA KEMBALI MEMBAWAKAN BUKTI TENTANG JESSICA
12 OKTOBER 2016




EKSKLUSIF ! VIDEO WAWANCARA KRISTIE LOUIS CARTER MANTAN BOS JESSICA WONGSO




Menurut Kristie, dirinya mengenal Jessica sejak 2014 ketika terdakwa mulai bekerja sebagai desainer grafis perusahaan tersebut. Dia mengatakan Jessica memiliki dua kepribadian yang berbeda.
 
"Di satu sisi dia baik dan murah senyum. Namun bisa tiba-tiba marah jika ada orang yang tidak menuruti kemauannya. Jessica juga licik dan kerap mengada-ada untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya," ujar Kristie seperti yang tertuang dalam BAP yang dibacakan JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa dini hari.
 
Karena itulah, Direktur pemasaran di New South Wales Ambulance tersebut mengaku dirinya tidak merasa terkejut ketika mengetahui kabar terdakwa terlibat dalam kasus tewasnya Mirna diduga akibat kopi bersianida.
 
Apalagi sejak delapan bulan terakhir (delapan bulan sebelum pemeriksaan Kristie yang dilakukan beberapa saat setelah kasus terjadi) Jessica menampakkan gelagat aneh dan kebencian terhadap dirinya.
 
"Sangat banyak perbuatan Jessica yang tidak wajar. Salah satunya pada Agustus 2015 Jessica terlibat dalam kecelakaan mobil, tetapi dia ketika itu mengaku karena pingsan dan tidak sadarkan diri. Padahal dari berita di media daring mengabarkan bahwa dirinya mengemudi dalam pengaruh alkohol. Dari sini saya tahu Jessica pembohong," kata Kristie yang diperiksa penyidik di Australia.
 
Selain itu, saat Jessica dirawat di sebuah rumah sakit di Australia, terdakwa pernah mengatakan kepada Kristie bahwa dia dapat "membunuh dengan dosis yang tepat" dan bisa "mendapatkan pistol". Hal ini, kata Kristie, disampaikan Jessica pada dirinya karena Jessica kesal pihak RS tidak memperbolehkannya pulang dan Jessica merasa diperlakukan seperti pembunuh di RS tersebut. 

Kemudian, Kristie juga menceritakan tentang pengakuan Jessica yang sempat menikah, kemudian bercerai dan menjalin hubungan dengan Patrick O'Connor. Jessica disebutnya sangat terobsesi dengan Patrick dan tidak membiarkan lelaki tersebut dekat dengan perempuan lain. Hubungan mereka diketahui mulai renggang pada Januari 2015.
 
Keterangan tersebut juga menggambarkan Jessica adalah seorang yang gemar mengonsumsi minuman keras dan tidak jarang mabuk-mabukan. Kristie menambahkan, dia mencurigai Jessica memakai obat-obatan terlarang karena sering menampakkan ciri-ciri seperti mata berkaca-kaca, susah berjalan, berkeringat dan tidak fokus ketika berbicara.
 
Jessica pun diketahui pernah bercerita kepada Kristie mengenai Mirna walau tidak spesifik. "Dia bercerita ada seorang temannya yang akan menikah dengan mantan pacarnya di Jakarta," tutur Kristie.



Thursday, 27 October 2016

KEPUTUSAN HAKIM "JESSICA TERBUKTI BERSALAH"











JESSICA TERBUKTI BERSALAH VONIS 20 TAHUN PENJARA






Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana kopi bersianida, Jessica Kumala Wongso dengan vonis 20 tahun penjara.
"Menyatakan terdakwa tersebut secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana sebagaimana dakwaan penuntut umum," kata hakim ketua Kisworo saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Pusat, Kamis (27/10/2016).
Kisworo juga menyebutkan hal-hal yang memberatkan dan ringankan atas perbuatan Jessica tersebut.
Salah satunya perbuatan yang keji dan sadis.
"Hal yang meringankan terdakwa masih muda dan masih bisa memperbaiki dirinya," kata hakim Kisworo.
Vonis ini sama dengan tuntutan Jaksa yang mengajukan hukuman 20 tahun penjara kepada terdakwa Jessica Kumala Wongso dalam kasus kematian Wayan Mirna Salihin.
Mirna meninggal dunia di Rumah Sakit Abdi Waluyo Jakarta setelah meminum es kopi Vietnam pesanan Jessica di Kafe Olivier pada 6 Januari 2016.

Wednesday, 26 October 2016

Jessica Sianida, Putri Kerajaan Plastik Australasia



Sudah hampir 10 bulan telenovela Balada Mirna – Jessica tayang di televisi, kita kira semua sudah ‘telanjang’. Mirna sang korban, beserta keluarganya sudah ‘ditelanjangi’ habis. Jessica sang pelaku, beserta keluarganya, juga kita kira sudah ‘ditelanjangi’ habis. Rupanya, semua yang terlihat di permukaan Balada Mirna – Jessica, baru menyingkap sedikit saja dari keseluruhan cerita. 

Pada episode yang kita kira sudah mencapai babak akhir, muncul Amir, saksi baru yang mengubah alur cerita. Mendadak, Arief Soemarko, suami dari almarhumah Mirna Salihin, seolah dituduh Amir sebagai dalang pembunuhan. 

Pertemuan Arief Soemarko dengan Barista Kopi Olivier dinilai janggal. Sama janggalnya dengan kemunculan Amir. Lebih janggal lagi, segudang pengacara kondang yang biasanya bertarif miliaran, mendadak membela Jessica tanpa biaya. Otto Hasibuan dan Hotman Paris mendadak jadi pengacara gratisan. 

Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sampai fasilitasi konferensi pers Amir di hotel mewah atas alasan kemanusiaan. Pertanyaan kurang pentingnya, berapa tarif segudang pengacara kondang agar mau mengatakan pada dunia ‘ini gratis’ ? Pertanyaan lebih pentingnya, benarkah Tommy Winata yang membiayai seluruh pembelaan kepada Jessica? Darmawan Salihin, ayah dari sang korban Mirna Salihin, adalah adik dari Roosniati Salihin, salah satu bos Panin Group milik Mukmin Ali Gunawan.

Ada yang bilang, ‘bantuan’ Tommy Winata kepada Jessica adalah kelanjutan ‘perang’ Artha Graha versus Victoria Group (milik Mukmin Ali). Kita tahu betul, usai penggrebekan Artha Graha yang konon dikerahkan oleh Mukmin Ali, dibalas dengan penggrebekan Victoria Sekuritas oleh Tommy Winata. Lantas, apa gegara itu Tommy Winata membiayai pembelaan Jessica, sekedar untuk memanaskan kembali Mukmin Ali? 

Sebelum menjawabnya, tentu harus tahu siapa itu Jessica Kumala Wongso yang singkatan namanya, JKW. Kebetulan sama dengan singkatan Joko Widodo (JKW).

Padahal, secara kaidah tata bahasa Indonesia, Joko Widodo tidak bisa disingkat menjadi JKW. Kalau pun Joko Widodo mau dipaksakan disingkat berphonem Je-Ka-We, maka penulisannya harus Jkw, bukan JKW. Jadi, mana yang benar : Penggunaan JKW untuk Joko Widodo adalah kesalahan branding semata, lalu kebetulan Jessica Kumala Wongso lebih benar disingkat JKW? 

Atau, beredarnya brand JKW sejak 2014, buka peluang Jessica Kumala Wongso menjadi Capres 2019 jika bebas dari pembunuhan? Siapakah Jessica Kumala Wongso? 

Pemberitaan dan pembiasan massif lagi terstruktur membuat kita lupa menanyakan ini. Dahaga seolah terpuaskan dengan penjelasan, Winardi dan Imelda Wongso adalah pengusaha plastik kecil-kecilan. Ilusi ini tercipta karena diucapkan oleh seorang ketua RT, bukan seorang ketua Kadin. 

Ketika berlibur ke Sydney pekan lalu, saya menyempatkan diri memotret rumah keluarga Tjoen Hwie Tjia, ayah Jessica. 


Rumah Jessica di Australia (tampak depan, Guilfoyle Avenue). Sumber : Dokumen Pribadi


 Rumah Jessica di Australia (tampak belakang, South Avenue). 


Sumber : Dokumen Pribadi Rumah besar Jessica, terletak di jalan Guilfoyle Avenue menembus hingga jalan sebelahnya, South Avenue. 

Tjoen Hwie Tjia, ayah Jessica membeli 2 kavling rumah agar bisa mempunyai 2 akses keluar di 2 jalan. Rumah Jessica, kira-kira berluas tanah 1.000 meter persegi dengan luas bangunan 1.800 meter persegi di kawasan Double Bay, New South Wales. 



Orang Aussie menyebut kawasan Double Bay sebagai Double Pay, karena harga rumah di kawasan super elit ini berlipat ganda dari rumah berukuran sama di wilayah lain. Terletak di antara dua kawasan elit Rose Bay dan Rushcutters Bay, menjadikan Double Bay sebagai kawasan super elit. Dengan kontur tanah berbukit, rumah-rumah di kawasan ini memperoleh prestige Ocean View meski tak berada persis depan pantai. Kawasan Waterfront Super Elit di Double Bay, Sydney, NSW.

 Sumber : Dokumen Pribadi Boleh bayangkan sendiri berapa harga rumah 2 kavling dijadikan 1 rumah di kawasan Waterfront super elit Sydney, Australia. Kehidupan super mewah seperti ini yang dijalani Jessica Kumala Wongso setiap hari. Agak wajar Jessica selalu mengeluh hidup tidak layak di tahanan, maklumi saja, ia biasa hidup bak seorang Princess. Ayah Jessica, Tjoen Hwie Tjia memperoleh status Permanent Residence Australia sudah sejak lama. Australia memang lebih longgar dalam memberi kewarganegaraan kepada imigran. Namun tetap bersyarat segudang. 

Tjoen Hwie Tjia memperoleh dengan mudah kewarganegaraan Australia karena termasuk daftar investor platinum Australia. Tjoen Hwie Tjia bersama Joe Irsawan, 

Rifai Rachmat dan Hasan Tjandra mendirikan Primaplas Pty Ltd di New Zealand. Primaplas Group terdaftar dalam daftar perusahaan Overseas ASIC (bursa saham overseas) Australia. Primaplas merupakan perusahaan distributor resin plastik dan polimer terbesar di Australia. 

Primaplas Group di Australia, terafiliasi dengan Pacific Plas Pte Ltd di Singapura. Pacific Plas sebagai perusahaan induk, mengoperasikan jaringan distribusi resin plastik dan polimer di Indonesia, RRC, Malaysia, Singapura dan Australia. Pacific Plas, tercatat sebagai jaringan distributor resin plastik dan polimer terbesar se-Asia Tenggara dan top 5 di Asia dan Australia (Australasia). 

Tjoen Hwie Tjia, tercatat sebagai Komisaris Utama Pacific Plas. Boleh jadi, karena kekayaannya yang melimpah itu, ketika ia diburu BLBI, memutuskan pindah kewarganegaraan Australia. Gempar Panama Paper kemarin, ayah Jessica Kumala Wongso, Tjoen Hwie Tjia juga masuk di papan atas. 

Boleh jadi juga, itulah alasan kenapa ayah Jessica Kumala Wongso tak pernah hadir dan jenguk anaknya. Boleh jadi juga, itu pula yang menjelaskan kenapa semua pengacara kondang bertarif mahal ramai-ramai membela Jessica Kumala Wongso. 

Di Indonesia, perusahaan milik Tjoen Hwie Tjia adalah Bukit Mas Group, distributor resin plastik dan polimer terbesar di Indonesia. Bukit Mas Group adalah partner sejati dari Raja Plastik se-Indonesia, yakni Tri Polyta dan Chandra Asri milik Prajogo Pangestu. Balada Mirna - Jessica, tidak lain adalah duet maut Prajogo Pangestu (Produsen) dan Tjoen Hwie Tjia (Distributor) soal RUU Bahan Kimia. 

Baca tulisan saya sebelumnya : Raksasa Kimia Menuai Sianida Jessica Dan kali ini, Prajogo Pangestu dan Tjoen Hwie Tjia, dibeking kuat oleh Australia yang berkepentingan besar dalam RUU Bahan Kimia. Itulah Jessica Sianida, Sang Putri Kerajaan Plastik Australasia 

Tulisan ini akan diurai berkelanjutan karena spektrumnya yang sangat luas. Pada tulisan selanjutnya, akan dijabarkan kenapa Balada Mirna – Jessica melibatkan Freeport, Masela, Victoria, Reklamasi Jakarta, Reklamasi Benoa, Podomoro Industrial Park dan KIIC (Sinarmas). Mari kita simak kelanjutan kisahnya.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ratu.adil/jessica-sianida-putri-kerajaan-plastik-australasia_580df9539597735c2ee00ef7

Monday, 17 October 2016

SIDANG PEMBACAAN REPLIK JESSICA

 Jaksa Penuntut Umum mengatakan Jessica dan kuasa hukumnya melakukan sandiwara. Jaksa menilai Jessica banyak berbohong dan menyatakan hal yang tidak sesuai dengan fakta.

"Telah terjadi teatrikal dengan lakon terdakwa dan penasihat hukumnya. Di satu sisi terdakwa terlihat menangis tersedu-sedu di mana ini sangat jarang terjadi selama proses persidangan," kata Jaksa Penuntut Umum Melani Wuwung dalam sidang pembacaan tanggapan atas pledoi (replik) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta, Senin (17/10/2016).

Jaksa mempertanyakan mengapa mendekati putusan Jessica baru terlihat menangis, apakah karena merasa sedih atas meninggalnya Mirna atau menangis karena nasibnya yang menjadi terdakwa dalam kasus tersebut.

"Hanya terdakwa dan Tuhan yang mengetahuinya, terdakwa saat memberikan keterangannya di persidangan, saat dalam masa penahanan di rutan Polda mengatakan hal tersebut dianggap tidak adil karena di ruangannya banyak kecoa, kalajengking, lampu sangat terang sedangkan di luar ruangan lampu dimatikan dan membuat terdakwa kekuatan dan tidak bisa tidur," kata Melani.

"Itu diminta terdakwa karena tidak mau disatukan dengan tahanan lain. Itu sudah cukup mewah untuk seorang tahanan saat ini. Apa yang terdakwa harapkan? Kasur empuk, TV, air hangat, AC? Perlu terdakwa sadari apa yang terdakwa lalui adalah konsekuensi logis dari tahanan dan fasilitas sudah lebih dari yg didapatkan. Kenapa masih ngeluh dan menyalahkan aparat di saat fasilitas semua telah diberikan?" tambaj Melani.

Melani juga mengatakan keluhan Jessica soal tekanan yang diterima sewaktu menjalankan rekonstruksi kejadian di Kafe Olivier tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Dalam rekonstruksi penyidik menghadirkan kuasa hukum terdakwa dan mengizinkan rekonstruksi dilakukan mengikuti versi Jessica.

"Entah kenapa dia tertekan, padahal bukti menyatakan sudah berusaha semaksial nungkin untuk bikin terdakwa nyaman dengan akses kuasa hukum dan membuat rekonstruksi sesuai versinya sendiri," kata Melani.

Atas pernyataan tersebut, kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan protes pada hakim. Otto mengatakan agar pernyataan sesuai dengan koridor persidangan.

Hakim Kisworo pun mengabulkan permintaan Otto.

"Kepada jaksa yang dibacakan adalah yang dibacakan dalam catatan," kata Hakim Kisworo. 

PENGACARA JESSICA MEMBACAKAN PEMBELAAN JESSICA



Pembelaan Jessica Kumala Wongso yang disampaikan kuasa hukumnya, Otto Hasibuan, berfokus pada 'berbagai kejanggalan' yang muncul dalam proses penyidikan sehingga dalam penilaian mereka, kasus ini 'dipaksakan untuk maju ke persidangan'.
Salah satu kejanggalan yang disebut oleh Otto adalah motif pembunuhan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum, yaitu 'sakit hati karena dinasihati untuk putus dari pacarnya'.
"Tuduhan itu sangat tidak masuk akal, hanya karena dinasihati sahabatnya, lantas dia datang dari Sydney ke Jakarta untuk melakukan pembunuhan? Sangat tidak masuk akal dan hanya dibuat-buat saja. Apalagi saat di Jakarta, Wayan dan Jessica begitu akrab," kata Otto, dalam persidangan hari Rabu (12/10).
Bukti kedekatan itu, menurutnya, adalah bahwa Mirna pernah menjemput Jessica di rumahnya dan mengajaknya untuk makan bersama dengan suaminya di Kelapa Gading.
Otto juga menyoroti bahwa penyidik tidak pernah menelusuri membuka rekam medis Wayan Mirna Salihin.
"Apakah pernah sakit jantung atau yang lain atau mengkonsumsi obat diet? Seharusnya demi keadilan semua latar belakang medis pun harus diperiksa, apa sesungguhnya yang terjadi," ujarnya.
Pekan lalu, jaksa dalam persidangan terhadap Jessica, yang didakwa membunuh rekannya Wayan Mirna Salihin dengan racun sianida, meminta hakim menjatuhkan hukuman penjara 20 tahun.

Dipaksakan?

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hari Rabu (05/10), jaksa menjelaskan bahwa dari alat bukti antara lain berupa keterangan saksi, ahli, dan terdakwa, diperoleh fakta-fakta hukum yang tidak bisa disangkal.
Ini semua memenuhi tiga unsur dalam pembunuhan berencana, yakni disengaja, direncanakan, dan menghilangkan nyawa orang lain.
Jaksa mendakwa Jessica dengan pasal 340 KUHP yang berbunyi, "Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun."
Dalam sidang pembacaan pembelaan Jessica, Otto juga menyebut bahwa dari 17 pegawai restoran Olivier 'tidak ada yang melihat' Jessica memasukkan sianida dalam kopi, sehingga dia mengatakan bahwa jaksa penuntut umum 'tetap memaksakan kasus disidangkan'.
Sebelumnya, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Jakarta, juga melaporkan hakim serta jaksa sidang Jessica ke Komisi Yudisial karena dianggap tak sesuai hukum acara pidana.
Mereka juga menyebut 'jaksa terkesan subjektif'.
PBHI juga melaporkan pengacara Jessica, ke Dewan Kehormatan Advokat, karena tindakan mereka dinilai 'tak sesuai hukum acara pidana'.
Komisi Penyiaran Indonesia pada Agustus 2016 lalu mengatakan beberapa stasiun televisi 'berpotensi mengabaikan prinsip praduga tak bersalah, melakukan penggiringan opini publik, serta penghakiman' terkait penyiaran tentang persidangan kasus pembunuhan Mirna.

Inilah Isi Lengkap Pledoi Jessica, yang Dibaca Sambil Menangis





Bisa jadi Rabu (12/10) ini adalah hari yang ditunggu Jessica Kumala Wongso. Sebab, ini adalah kesempatan dia untuk membacakan pleidoi alias pembelaan di depan persidangan. Selama ini, dia sudah menjalani 27 kali persidangan karena terdakwa atas kematian Wayan Mirna Salihin karena meminum es kopi Vietnam di Kafe Olivier, West Mal, Grand Indonesia, pada tanggal 6 Januari 2016 lalu.
Pleidoi yang disusunnya sendiri itu, dia bacakan sendiri di persidangan. Sejak detik awal dia membaca, suaranya sudah tampak berat, tangisnya terdengar lirih.
Mendengar tangisnya itu, seisi ruang sidang hening. Semua terdiam. Kuasa hukum, hakim, jaksa penuntut umum dan pengunjung nampak memasang wajah murung. Tak sedikit dari mereka yang terunduk bahkan menitikan air mata.
Berikut isi pleidoi yang ditulis dan dibaca Jessica di persidangan kopi maut:
“Saya ada di sini karena saya dituduh meracuni teman saya Mirna. Saya tidak menyangka kalau pertemuan di tanggal 6 Januari tersebut adalah saat terakhir saya bertemu Mirna, apalagi saya dituduh membunuhnya. Namun saya sadar kalau tidak ada yang luput dari kehendak Tuhan yang Maha Esa. Dan selama ini saya diberikan kekuatan yang sangat luar biasa untuk menghadapi cobaan ini.”
“Mirna adalah teman yang baik, karena Mirna memiliki sifat yang ramah, baik hati dan jujur dengan teman-temannya. Selain itu dia juga sangat humoris, kreatif, dan pandai. Walau kita jarang bertemu karena tinggal di negara yang berbeda tetap sangat mudah untuk menghabiskan waktu berjam-jam bercanda dan mengobrol pada saat bertemu.”
“Tidak pernah terlintas di pikiran saya bahwa Mirna datang dari keluarga yang siap menekan dan mengintimidasi siapapun yang mereka percaya telah berbuat hal yang buruk walau tanpa penjelasan yang pasti. Itu membuat saya berpikir apakah mereka menjadi jahat karena kehilangan Mirna.”
“Bagaimanapun juga saya tidak membunuh Mirna jadi seharusnya tidak ada alasan untuk memperlakukan saya seperti sampah. Saya mengerti kesedihan mereka dan saya pun merasa sangat kehilangan, tapi saya pun dituduh membunuh yang saya tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaan dengan kata-kata.”
“Sebelum kejadian saya tidak mendapatkan firasat apapun yang menunjukkan kalau hari itu akan merubah hidup banyak orang. Semua hal yang saya lakukan dan tidak saya lakukan dibesar-besarkan, seluruh rakyat Indonesia menghakimi saya.”
“Semua tuduhan kejam berdasarkan tuduhan yang saya tidak mengerti. Tapi membuat semua orang percaya kalau saya seorang pembunuh. Keluarga saya dipojokkan dan kami dibuat sangat menderita.”
“Yang Mulia, sulit untuk menjelaskan apa yang benar-benar saya rasakan atas kejadian ini. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Apa benar ini gara-gara kopi tapi satu hal yang saya tahu dan yakinkan saya tidak menaruh racun dalam kopi yang diminum Mirna.”
“Seringkali saya berpikir apa ada hal yang bisa saya lakukan lebih baik di hari itu untuk mengubah semuanya. Pikiran ini membuat saya sangat sedih dan tertekan. Dalam waktu yang cukup lama saya tidak bisa berupaya untuk membela diri. Walaupun kenyataan hidup saya sangat mengerikan tapi saya yakin kalau Tuhan mendengar doa saya karena ini doa orang benar yang tertindas.”
“Pada hari kematian Mirna mimpi buruk saya dan keluarga saya dimulai. Sejak di rumah duka saya sudah dituduh menaruh sesuatu di kopinya Mirna lalu polisi tanpa seragam dan identitas mulai berdatangan ke rumah. Bahkan keluarga sekitar terganggu.”
“Wartawan mulai datang ke rumah dan akhirnya saya tampil di media dan dicemooh. Setelah itu saya ditangkap di hotel dimana saya dituduh lagi mencoba untuk kabur, padahal waktu itu kami hanya mencari ketenangan dan kenyamanan yang tidak bisa didapatkan di rumah lagi. Untuk keluar membeli makan saja sulit. Mulai hari penangkapan, tekanan dari polisi semakin terlihat. Mereka terus menerus menyuruh saya untuk mengaku dengan rekaman CCTV sebagai senjata.”
“Yang Mulia, tidak perduli seberapa berat, sedih, tertekan dan hancur, apapun dan siapapun tidak akan bisa membuat saya mengakui perbuatan yang tidak saya lakukan dan tidak mungkin akan saya lakukan.”
“Saya ditempatkan di satu sel yang ukurannya tidak lebih 1,5 x 2,5 meter. Saya diperingatkan kalau tahanan lain akan melakukan hal yang tidak baik terhadap saya, tidak ada satu barang pun yang saya miliki dan tidak boleh dikunjungi keluarga sampai lima hari ke depan.”
“Satu satunya benda yang ada di sana adalah sepotong pakaian kotor di lantai. Sewaktu saya berbaring di sana, saya menangis dan bertanya apakah yang sudah saya lakukan sehingga saya diperlakukam seperti ini. Saya mencoba mencari orang lain karena saya sangat takut berada di sana. Saya tidak berani membayangkan bagaimana perasaan orang tua saya. Lalu saya coba mengintip dari satu-satunya celah untuk berkomunikasi, yaitu lubang kecil di pintu besi, tapi tidak ada seorang pun di sana.”
“Pada malam berikutnya direktur pimpinan umum yang menjabat saat itu datang ke sel saya dan mengajak ke satu ruangan. Dengan disaksikan penjaga dari luar ruangan dia mulai berbicara dengan bahasa Inggris bahwa dia merendahkan harga dirinya untuk datang ke tahanan. Lalu dia meminta saya mengakui tuduhan yang diberikan kepada saya dengan dalih kalau sudah memeriksa rekaman CCTV.”
“Pada intinya dia mau mengatakan kalau saya mau mengakui maka saya akan divonis tujuh tahun bukan hukuman mati atau seumur hidup. Lalu saya kembali ke sel. Di sana saya berharap untuk bangun dari mimpi buruk ini dan berpikir kenapa mereka sangat yakin kalau saya menaruh racun di kopi tersebut. Saya benar-benar tidak mengerti apa maksud semua ini.”
“Yang mulia, salah satu pengalaman yang terberat adalah waktu rekonstruksi di Grand Indonesia. Setibanya di sana, saya melihat banyak sekali polisi baik di luar ataupun di dalam gedung. Apapun tujuan mereka itu sudah berhasil mengintimidasi. Dengan memakai baju tahanan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan, saya mendapatkan tatapan sinis dari semua orang, terutama pegawai kafe Olivier.”
“Tapi yang meembuat saya hancur adalah pada saat melihat Arif dan Hanny dan keluarga mereka. Di balik ekspresi saya yang tenang saya hanya ingin berteriak kepada mereka kalau saya tidak membunuh Mirna. Mohon tolong saya, saya sangat menderita. Namun pada saat itu saya hanya bisa menerima perlakuan dan perasaan mereka dan berdoa semoga Tuhan memberikan jalan keluar.”
“Tidak selesai itu saja, setelah itu saya harus berjalan menuju toko sabun. Di sore hari pada hari Minggu saya harus melewati pengunjung yang menghujat saya pembunuh berdarah dingin dan mengambil foto, sampai sekarang saya tidak tahu harus bagaimana harus menghadapi semua itu.”
“Saat itu saya kembali ke sel dan mengeluarkan semua air mata yang tertahan seharian. Saya tidak mau memperdulikan situasi sel yang sangat tidak nyaman karena hal ini. Selama masih secara rutin diperiksa di Polda dan di RSCM, walau berat saya tetap mengikuti dan berharap cepat selesai dan bisa pulang. Bagaimanapun stressnya saya, saya tetap menghormati proses pemeriksaan sesuai prosedur.”
“Semua tuduhan yang berdatangan dari orang-orang yang tidak dikenal dan orang-orang yang dulu saya sayangi membuat saya merasa kalau tidak ada lagi yang tersisa dalam diri saya. Namun saya yakin semua akan baik-baik saja.”
“Setelah empat hari dikurung sendiri, saya dipindahkan ke Pondok Bambu. Pertama-tama saya sangat takut karena begitu banyak orang di sana membuat saya sangat khwatir akan peringatan polisi pada saat saya ditahan.”
“Setelah keluar dari isolasi di Polda saya perlahan mulai bisa memepersipkan diri untuk bisa menghadiri proses sidang yang menyeramkan ini. Menyeramkan karena tujuan dari persidangan ini adalah untuk mengadili saya sebagai pembunuh. Padahal saya tidak melakukan itu.”
“Bahkan saat proses persidangan berlangsung kehidupan saya pribadi yang tidak ada kaitannya dengan kasus ini dibahas dan menjadi konsumsi publik. Banyak orang yang dengan sengaja maupun tidak sengaja menindas dan menekan saya. Saya tetap bersyukur karena masih ada orang di sekitar saya yang saya kenal secara pribadi mapun tidak dengan tulus memberikan dukungan dan percaya kalau saya tidak bersalah. Dengan dukungan tersebut saya bisa bersikap tegar dan tersenyum.”
“Kalau mulia dapat berhenti sejenak membayangkan Yang Mulia berada di posisi saya, Yang Mulia akan bisa mengerti kenapa saya bertanya-tanya apa yang terjadi dan mengapa semua ini sangat membingungkan, bagaimana bisa orang berbuat jahat seperti ini terhadap saya.”
“Karena pengalaman ini hidup saya tidak akan kembali seperti semula. Namun saya tidak menyesal telah mengenal Mirna. Dia akan selamanya hidup di hati saya sebagai teman yang baik dan dia tahu kalau saya tidak mungkin meracuni orang.”
“Saya memohon Yang Mulia bisa dengan bijak menilai karakter saya. Bukan berdasarkan kebohongan. Walaupun sisi baik saya selalu diabaikan di persidangan ini, saya tetap berharap agar Yang Mulia bisa menilai dengan hati yang arif dan bijak dalam menilai karakter saya yang sesungguhnya.”
“Saya bersumpah kalau saya bukan seorang pembunuh. Saya berada di sini dengan tegar dan kuat adalah bukti yang mutlak kalau Tuhan bersama kita semua. Terimakasih Yang Mulia yang sudah mendengarkan saya.” (*/elf)

Thursday, 6 October 2016

JESSICA DI DAKWA 20 TAHUN PENJARA



Jakarta - Sidang kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso memasuki agenda tuntutan. Jaksa menuntut Jessica dengan hukuman pidana 20 tahun penjara karena terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Jessica Kumala atau Jessica Kumala Wongso dengan pidana penjara selama 20 tahun," kata jaksa penuntut umum, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/10/2016).

"‎Bahwa terdakwa Jessica Kumala alias Jessica Kumala Wongso alias Jess, pada Rabu 6 Januari 2016 bertempat di Restaurant Olivier, West Mall, Ground Floor, Grand Indonesia, Kebon Kacang, 
Tanah Abang, Jakata Pusat, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," begitu bunyi surat dakwaan bernomor register PDM-203/JKT.PST/05/2016.

Sebelumnya, Jessica didakwa dengan sengaja membunuh Wayan Mirna Salihin. Pembunuhan terjadi di Cafe Olivier, West Mall, Grand Indonesia, Jakarta Pusat.

Jessica Kumala Wongso resmi ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Mirna Salihin oleh Direskrimum Polda Metro Jaya, pada 29 Januari 2016. Berkas perkara Jessica sempat empat kali ditolak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, ‎hingga akhirnya diterima pada 25 Mei 2016.

Penyidik kemudian melimpahkan berkas perkara kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, pada Jumat 27 Mei 2016, untuk masuk ke penuntutan atau tahap dua. Kejaksaan lalu menitipkan Jessica di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur selama 20 hari, sambil menunggu persidangan.

Wayan Mirna Salihin tewas usai menyeruput es kopi Vietnam diduga mengandung sianida di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat pada 6 Januari 2016. Teman Mirna, Jessica Wongso kini menjadi terdakwa dalam kasus dugaan pembunuhan berencana ini.






KONTROVERSI SIDANG JESSICA



Jaksa dalam persidangan terhadap Jessica Kumala Wongso, yang didakwa membunuh rekannya Wayan Mirna Salihin dengan racun sianida, meminta hakim menjatuhkan hukuman penjara 20 tahun.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hari Rabu (05/10), jaksa menjelaskan bahwa dari alat bukti antara lain berupa keterangan saksi, ahli, dan terdakwa, diperoleh fakta-fakta hukum yang tidak bisa disangkal.
Ini semua memenuhi tiga unsur dalam pembunuhan berencana, yakni disengaja, direncanakan, dan menghilangkan nyawa orang lain.
Jaksa mendakwa Jessica dengan pasal 340 KUHP yang berbunyi, "Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun."
Persidangan terhadap Jessica dinilai diwarnai banyak kontroversi.
Dalam lanjutan sidang hari Rabu (28/09) pekan lalu misalnya, saat terdakwa Jessica memberikan keterangannya, cara jaksa penuntut umum mengajukan pertanyaan dianggap "tak sesuai hukum acara pidana serta kode etik".
Sebelumnya, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Jakarta, juga melaporkan hakim sidang Jessica ke Komisi Yudisial karena dianggap tak sesuai hukum acara pidana.
Mereka juga menyebut "jaksa terkesan subjektif."
"Jaksa mengajukan pertanyaan yang berulang-ulang bahkan sampai diperingatkan oleh hakim ... dan ini tak sesuai dengan hukum acara," kata Simon Fernando, direktur PBHI Jakarta.
PBHI juga melaporkan jaksa serta pengacara Jessica, masing-masing ke Komisi Kejaksaan dan Dewan Kehormatan Advokat, karena tindakan mereka dinilai "tak sesuai hukum acara pidana".

Karena 'sakit hati'

Persidangan Jessica disiarkan langsung oleh sejumlah televisi di Indonesia.
Image copyright
Baik hakim, jaksa, maupun pengacara Jessica dikritik karena dinilai tindakannya "tak sesuai hukum acara pidana".
Komisi Penyiaran Indonesia pada Agustus 2016 lalu juga mengatakan beberapa stasiun televisi "berpotensi mengabaikan prinsip praduga tak bersalah, melakukan penggiringan opini publik, serta penghakiman" terkait penyiaran tentang persidangan kasus pembunuhan Mirna.
Jessica dituduh membunuh kawannya, I Wayan Mirna, dengan membubuhkan racun natrium sianida ke dalam kopi yang diminum Mirna di kafe Olivier, Grand Indonesia, awal Januari 2016.
Motif pembunuhan itu, menurut jaksa, adalah sakit hati.
"Sekitar pertengahan 2015, korban Mirna mengetahui permasalahan dalam hubungan percintaan‎ terdakwa dengan pacarnya sehingga korban Mirna menasehati terdakwa untuk putus saja dengan pacarnya yang suka kasar dan memakai narkoba. Dia mengatakan, 'untuk apa pacaran dengan orang yang tidak baik dan tidak modal'," kata jaksa, membacakan surat dakwaan.
Jessica dituduh meracuni Mirna karena merasa sakit hati.
"Ucapan tersebut membuat terdakwa marah serta sakit hati ... setelah kemarahan terdakwa kepada korban Mirna, terdakwa akhirnya putus dengan pacarnya dan mengalami beberapa peristiwa hukum yang melibatkan pihak kepolisian Australia. Sehingga membuat terdakwa semakin tersinggung dan sakit hati.
"Untuk membalas sakit hatinya tersebut, terdakwa merencanakan untuk menghilangkan nyawa korban Mirna."
Lebih lanjut jaksa menjelaskan, hasil visum menunjukkan bibir bagian dalam korban berwarna kebiruan dan lambungnya tergerus oleh zat korosif.